Ini Alasan Air Products Hengkang dari Dua Proyek Hilirisasi Batubara
Perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat (AS) Air Products telah memutuskan untuk mundur dari dua proyek hilirisasi batubara di Indonesia.Ini Alasan Air Products Hengkang dari Dua Proyek Hilirisasi Batubara© Muradi
Kedua proyek tersebut yakni coal to dimethyl ether (DME) bersama PT Bukit Asam dan proyek coal to methanol bersama PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Plh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Idris Sihite buka suara soal alasan Air Products angkat kaki dari kedua proyek tersebut.
“Mereka meminta mundur bukan karena apa, dari suratnya dia lebih memilih ke arah lain (pengembangan) blue hydrogen karena dari pemerintah mereka ngasih insentif yang lebih besar,” kata Idris ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (16/3).
Idris melanjutkan, meskipun kehilangan salah satu mitra, pemerintah tetap berfokus untuk mendorong hilirisasi batubara.
Menurutnya, saat ini ada cukup banyak mitra potensial yang bisa menggantikan posisi Air Products di kedua proyek tersebut.
Salah satu calon mitra potensial tersebut adalah Sedin Engineering Company Ltd asal China. Perusahaan ini disebut tengah melakukan penjajakan dengan beberapa perusahaan yang memiliki kewajiban hilirisasi di Indonesia.
“Bukan kita ngundang, itu paparan di hadapan beberapa perusahaan, silahkan saja mereka business to business,” terang Idris.
Idris melanjutkan, demi memastikan proyek-proyek hilirisasi dapat berjalan, pemerintah pun juga telah menyiapkan berbagai dukungan insentif. Salah satunya yakni pengenaan royalti 0% untuk batubara yang digunakan dalam hilirisasi batubara.
Kontan mencatat, ada 11 perusahaan yang telah menyatakan komitmen untuk hilirisasi batubara. 3 proyek di antaranya telah beroperasi.
Ketiganya yaitu Proyek Semi Kokas oleh PT Megah Energi Khatulistiwa berkapasitas input 1 juta ton per tahun untuk menghasilkan semi kokas sebesar 500 ribu ton per tahun. Kemudian Proyek Coal Upgrading-Briqueting oleh PT Thriveni berkapasitas input 130 ribu ton untuk menghasilkan briket sebanyak 79-85 ribu ton.
Terakhir, Proyek Coal Briqueting berkapasitas input 30 ribu – 40 ribu ton per tahun untuk menghasilkan briket sebanyak 10 ribu – 20 ribu ton per tahun. Adapun sejumlah proyek lainnya umumnya didominasi gasifikasi batubara baik oleh PKP2B maupun IUP.
Pertama, Proyek coal to dimethyl ether (DME) oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan kapasitas produksi 1,4 juta ton per tahun. Proyek ini diharapkan mulai produksi pada kuartal II 2025.
Kedua, Proyek Coal to Methanol oleh PT Kaltim Prima Coal dan PT Kaltim Nusantara Coal dengan kapasitas produksi methanol sebesar 1,8 juta ton per tahun. Proyek ini ditargetkan rampung pada kuartal II 2025.
Ketiga, Proyek Coal to Methanol oleh PT Arutmin Indonesia dengan kapasitas produk 2,95 juta ton per tahun. Proyek ini ditargetkan mulai produksi pada 2026 mendatang. Keempat, Proyek Coal to Methanol oleh PT Kendilo Coal Indonesia dengan kapasitas produk 300 ribu ton per tahun. Proyek ini ditargetkan mulai produksi pada 2029 mendatang.
Kelima, Proyek Semi Kokas oleh PT Multi Harapan Utama dengan produksi sebesar 500 ribu ton per tahun. Proyek ini direncanakan mulai berproduksi pada 2027. Keenam, Proyek Proyek Coal to Methanol/DME oleh PT Adaro Indonesia yang ditargetkan dapat mulai berproduksi pada 2026.
Ketujuh, Proyek Gasifikasi/Underground Coal Gasification (UCG) oleh PT Kideco Jaya Agung dengan kapasitas produksi ammonia sebesar 100 ribu ton per tahun dan urea sebesar 172 ribu ton per tahun. Proyek ini direncanakan produksi di tahun 2027.
Terakhir, Proyek Proyek Coal to Methanol/DME oleh PT Berau Coal dengan kapasitas produk semi kokas sebesar 500 ribu ton per tahun. Proyek ini ditargetkan mulai produksi pada 2029 mendatang.
sumber: kontan.co.id