Candi Bahal atau Candi Portibi Jejak Agama Budha di Sumatera Utara
Candi Bahal adalah sebuah jejak agama Budha di Provinsi Sumatera Utara, berlokasi di Kabupaten Padang Lawas, yang jauhnya sekitar 400 km dari Kota Medan. Dikenal juga dengan sebutan sebagai Candi Portibi, usianya diperkirakan sama dengan Candi Muara Takus di Riau yakni sekitar abad XII. Candi ini terleatk di Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Kompleks Candi Bahal terdiri dari tiga buah candi yang masing-masing terpisah sekitar 500 meter. Beberapa kilometer dari candi ini ada pula kompleks Candi Pulo. Oleh penduduk lokal Candi Bahal disebut biaro adalah kompleks candi yang terluas di provinsi Sumatera Utara. Seluruh bangunan di ketiga kompleks candi dibuat dari bata merah, namun arca-arca di sana terbuat dari batu keras. Masing-masing kompleks candi dikelilingi oleh pagar setinggi dan setebal sekitar 1 m yang juga terbuat dari susunan bata merah.
Candi Bahal ini berdiri di tepian sungai Batang Pane. Dari berbagai teori yang berkembang, kemungkinan sungai Batang Pane pernah menjadi lalu lintas perdagangan. Diperkirakan dulunya hutan di hulu sungai tersebut mampu menyediakan persediaan air yang cukup. Akan tetapi, sekarang debitnya kecil, dangkal, dan mustahil jadi sarana transportasi.
Bangunan Candi Bahal I merupakan yang terbesar dibandingkan dengan bangunan utama Candi Bahal II dan III. Bangunan utama ini terdiri atas susunan tatakan, kaki, tubuh dan atap candi. Tatakan candi berdenah dasar bujur sangkar seluas sekitar 7 m² dengan tinggi sekitar 180 cm. Di setiap kompleks candi terdapat bangunan utama terletak di tengah halaman dengan pintu masuk tepat menghadap ke gerbang.
Di runtuhan Candi Bahal II ditemukan arca Heruka, satu-satunya jenis arca sejenis di Indonesia. Penggambarannya sangat sadis dengan setumpuk tengkorak dan raksasa yang sedang menari-nari di atas mayat. Dalam aliran Budha Wajrayana ada upacara tantrayana yang digambarkan sebagai tindakan sadis dimana tidak lepas dari mayat dan minuman keras. Ada juga upacara bhairawa yang dilakukan di atas ksetra, lapangan tempat menimbun mayat sebelum dibakar. Di tempat ini mereka bersemedi, menari-nari, meramalkan mantra, membakar mayat, minum darah, dan tertawa-tawa sambil mengeluarkan dengus seperti kerbau. Tujuannya agar bisa kaya, panjang umur, perkasa, kebal, dapat menghilang, dan menyembuhkan orang sakit. Agar lebih sakti, mereka berulang-ulang merapal nama Buddha atau Bodhisattwa. Ini dipercaya orang Wajrayana di Padang Lawas untuk membuat perasaan tenang atau mendapat mukjizat dilahirkan kembali atas kekuasaan Dewa yang dipuja (konsep reinkarnasi).
Kondisi komplek candi saat ini dipenuhi oleh rumput-rumput dan kurang terawat. Candi dikelilingi padang ilalang luas, tandus, dan sering dipakai untuk tempat merumput hewan ternak. Sebagai tanaman peneduh, biasanya tanaman balakka dipakai penggembala untuk berlindung dari sengatan matahari. Dinding candi yang terbuat dari batu bata merah tersebut penuh dengan coretan.
Candi Bahal sendiri sudah resmi dijadikan sebagai objek wisata oleh pemerintah. Tempat ini hanya ramai pada saat-saat tertentu seperti hari libur, Lebaran, atau Tahun Baru. Pengunjungnya adalah masyarakat desa sekitar Padang Bolak dan Barumun. Kondisi terakhir Jalan menuju candi ini berlumpur dan tidak terawat. Mungkin Anda tertarik berwisata ke lokasi candi ini, bagi yang tertarik sejarah dan budaya loaksi ini cocok untuk menggali sejarah.