7 Gunung di Jawa Barat Perlu Diwaspadai Selama Musim Hujan, Apa Alasannya?

11 Dec 2023 2 min read No comments Blog

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meminta masyarakat untuk mewaspadai aktivitas tujuh gunung berapi di Jawa Barat selama musim hujan.

Kepala PVMBG Badan Geologi Hendra Gunawan mengatakan, masyarakat yang berniat melakukan pendakian diimbau untuk mengurungkan niatnya.

“Kita juga mengimbau saat hujan minimal tidak mendekati kawah. Memang menyenangkan, tapi kalau bisa tahan dulu lah untuk mendaki,” ujar Hendra, dikutip dari Antara, Jumat (8/12/2023).

Hendra merinci, tujuh gunung berapi tersebut meliputi:

  • Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Bandung
  • Gunung Salak, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor
  • Gunung Gede, Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Cianjur
  • Gunung Guntur, Kabupaten Garut
  • Gunung Papandayan, Kabupaten Garut
  • Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya
  • Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan dan Majalengka.

Lantas, mengapa tujuh gunung itu perlu diwaspadai saat musim hujan?

Potensi erupsi saat musim hujan

Ketua Tim Kerja Gunung Api PVMBG Ahmad Basuki mengungkapkan, tujuh gunung di Jawa Barat tersebut masih berstatus normal atau Level I.

“Statusnya Tangkuban Parahu, Salak, Gede, Papandayan, Guntur, Ciremai, dan Galunggung normal semua,” ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (10/12/2023).

Status normal pada gunung api artinya tidak ada perubahan aktivitas secara visual, seismik, maupun kejadian vulkanik.

Kondisi ini menunjukan tidak ada letusan hingga kurun waktu tertentu berdasarkan pengamatan dari hasil visual, kegempaan, serta gejala vulkanik lainnya.

Kendati demikian, tujuh gunung berapi di Jawa Barat masih dapat menyimpan potensi bahaya bagi pendaki selama musim hujan.

Saat musim hujan, kata Basuki, akumulasi atau konsentrasi gas vulkanik di kawah atau puncak gunung tersebut berpotensi lebih tinggi dibanding saat kemarau.

“Demikian pula potensi terjadinya erupsi freatik atau erupsi uap air,” sambungnya.

Artinya, ketujuh gunung berapi yang tersebar di Jawa Barat itu berpotensi mengalami erupsi lebih cepat saat musim hujan.

Bahaya mendaki gunung saat musim hujan

Potensi konsentrasi gas vulkanik dan erupsi freatik yang lebih tinggi, dapat memicu beberapa efek membahayakan bagi tubuh, sesuai dengan durasi dan jumlah konsentrasi gas yang terhirup.

Belum lagi, pendaki yang memiliki riwayat kesehatan tertentu seperti asma, gas vulkanik dari kawah gunung, dapat memperburuk gejalanya.

“Efek jangka pendeknya bisa mata perih atau iritasi pada mata, bisa mual dan pusing, napas jadi sesak,” kata Basuki

Menghirup gas vulkanik terlalu sering juga dapat menimbulkan efek jangka panjang, termasuk infeksi paru-paru dan gangguan pernapasan.

Di sisi lain, Hendra menyebutkan, meningkatnya konsentrasi gas vulkanik dan minimnya sinar Matahari di gunung saat hujan dapat berakibat fatal bagi pendaki.

“Kasus seperti ini pun sempat terjadi di Gunung Sindoro, Jawa Tengah, dan diharap tidak terulang kembali,” ucapnya.

Tak hanya itu, gunung berapi yang tenang justru lebih berbahaya saat didaki, terutama saat kewaspadaan para pendaki menurun di musim hujan.

Kondisi tersebut, menurutnya, terlihat pada kasus Gunung Marapi yang terletak di Sumatera Barat.

Sebelum erupsi pada 3 Desember lalu, Marapi tampak dalam keadaan tenang, bahkan masih banyak pendaki yang mengabadikan kondisi kawahnya.

“Yang paling bahaya ini kalau tidak ada kelihatan apa-apa, tiba-tiba berasap. Jadi selama ini pendaki merasa aman kalau musim hujan padahal kemungkinannya lebih besar untuk erupsi,” kata Hendra.

Gunung Guntur jadi pusat perhatian

Saat ini, seluruh gunung berapi di Jawa Barat mendapat pemantauan dengan berbagai peralatan yang memadai.

Namun, satu gunung yang mendapat perhatian khusus adalah Gunung Guntur di Kabupaten Garut.

Berdasarkan analisis para ahli, gunung berapi biasanya memiliki siklus letusan 60 tahun sekali. Sementara, Gunung Guntur terakhir erupsi pada 1847.

“Karena inilah sulitnya memprediksi gunung berapi. Sebenarnya kalau harus, ini ya sudah waktunya, tapi kan namanya alam faktornya banyak yang menentukan untuk bisa erupsi,” tandasnya.

Sumber: kompas.com

Author: Gerai Kendhil

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *