Mengenal Sasando, Identitas Masyarakat Rote

Beberapa hari lalu, masyarakat Indonesia kembali dihebohkan dengan kabar diklaimnya alat musik Sasando sebagai milik negara Sri Lanka.

Menurut informasi, Sri Lanka mengajukan kepemilikan atas alat musik tradisional Pulau Rote ini, di World Intellectual Property Organization (WIPO).

Hal tersebut kemudian menuai kritik dan kecaman dari berbagai pihak.

Dosen Sastra Indonesia, Universitas Indonesia, Daniel Hariman Jacob, misalnya, menilai kelalaian pemerintah daerah sebagai penyebab “kecolongan” yang kembali terjadi. Sebelumnya, Songket juga ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Malaysia.

“Sasando ini kan asli Indonesia, benar-benar dari pohon lontar yang ada di NTT, pemerintah harus secepatnya mendaftarkan Sasando, jangan sampai kecolongan lagi karena ini identitas masyarakat NTT,” tutur Daniel kepada Kompas.com, Kamis (30/12/2021).

Melansir Kompas.com, Selasa (28/12/2021), diberitakan bahwa saat ini pemerintah NTT sedang berupaya mengembalikan Sasando sebagai hak kekayaan intelektual masyarakat Rote Ndao.

 

Sasando, identitas masyarakat Rote

Alat musik khas Rote, Nusa Tenggara Timur, sasando.

Alat musik khas Rote, Nusa Tenggara Timur, sasando.

 

Sasando, atau Sasandu (Bahasa Rote), merupakan alat musik milik orang Rote yang telah menjadi identitas masyarakat di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Daniel mengatakan, kemungkinan ada kemiripan antara alat musik yang diklaim Sri Lanka dengan Sasando asli Indonesia.

Kendati demikian, Sasando yang terbuat dari daun lontar ini adalah alat musik yang dibuat oleh nenek moyang masyarakat NTT.

Terbuat dari pohon dan daun lontar, Sasando sangat menggambarkan alam Pulau Rote yang kaya akan tanaman ini.

“Kesenian menyesuaikan dengan alam tempat kesenian tersebut berasal, sehingga seni dan budaya akan sesuai dengan lingkungannya,” jelas Daniel.

Ia menambahkan, masyarakat Pulau Rote menganggap pohon lontar yang menjadi bahan baku pembuatan Sasando sumber kehidupan mereka.

Dari pohon lontar, masyarakat Rote dapat menyadap nira yang menjadi bahan baku pembuatan tuak dan gula.

Bahkan, saat memanen nira, masyarakat Rote terlebih dahulu melakukan ritual dan berdoa, agar panen lontar dapat mereka gunakan dengan baik.

Selain itu, daun lontar juga digunakan untuk membuat tikar, haik (penampung air atau nira yang berbentuk cekung), hingga atap bangunan.

Melimpahnya pohon lontar juga dimanfaatkan oleh nenek moyang masyarakat Rote untuk menciptakan alat musik Sasando yang mendunia.

Begitulah pentingnya keberadaan pohon lontar yang telah menyatu dalam diri masyarakat Rote.

Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa Sasando benar-benar menjadi identitas kesenian warisan budaya masyarakat NTT.

“Pemerintah harus proaktif, bergerak cepat mendaftarkannya. Jangan sampai kita kehilangan identitas budaya ini, jangan sampai seniman-seniman Sasando hilang karena alat musik ini diklaim negara lain,” tandas Daniel.

 

sumber: kompas.com

Author: Gerai Kendhil

Leave a Comment