Napak Tilas Jalur Rempah Nusantara di Surabaya

Ibu kota Jawa Timur, Surabaya, berperan penting dalam periode perdagangan, atau jalur rempah Nusantara, yang telah eksis sejak ratusan tahun lamanya.

Dilansir dari laman Jalur Rempah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jumat (26/3/2022), posisi geografis Jawa Timur mendorong Surabaya menjadi kota dagang yang ramai. Sekaligus sebagai tempat singgah kapal-kapal saat dalam perjalanan dari barat ke timur, maupun dari timur ke pusat pemerintahan di Batavia.

Saat ini, beberapa jejak jalur rempah bahkan masih terlihat jelas, seperti yang ada di area Jalan Panggung, Kapasan, dan Kembang Jepun, yang pada masa lampau merupakan sentra dagang bongkar muat serta wilayah peradaban pertemuan berbagai bangsa termasuk Arab, India, dan China.

Beberapa jejak jalur rempah Nusantara di Surabaya

Ilustrasi Laskar rempah mengunjungi Pasar Pabean di Surabaya, Jawa Timur.

Ilustrasi Laskar rempah mengunjungi Pasar Pabean di Surabaya, Jawa Timur.

Sebagai bagian dari wilayah Kerajaan Majapahit, Surabaya dulunya juga merupakan pelabuhan pendamping dan pendukung kegiatan ekonomi untuk pelabuhan era klasik, yaitu Tuban dan Gresik.

Komoditas rempah yang berasal dari Maluku dan Banda diangkut dengan perahu kecil menuju Bubat, melalui aliran Sungai Bengawan Solo dan Brantas.

Pasar Bubat sendiri terletak tak jauh dari pusat kekuasaan Trowulan, Mojokerto, yakni wilayah perniagaan utama Kerajaan Majapahit, yang mana rempah menjadi salah satu primadona dalam perdagangan.

Berikutnya ada pula Pelabuhan Rakyat Kalimas, yang dibangun pada abad ke-14 dan kini keberadaannya masih difungsikan sebagai pelabuhan tradisional guna menampung perahu pengangkut dari dan menuju Pulau Jawa, sekaligus menjadi pelabuhan alternatif bagi nelayan kapal kecil.

 

Di dekat Pelabuhan Kalimas, ada sebuah pasar rempah bernama Pasar Pabean, yang menjadi pusat perkulakan rempah-rempah dan bumbu dapur sejak tahun 1849 hingga saat ini.

Rempah dari Pasar Pabean kemudian masuk ke pedalaman Jawa bagian timur, lalu menyeberang ke Madura serta ikut mewarnai karakter kebudayaan Jawa Timur yang beragam.

Napak tilas jalur rempah Surabaya ini tentunya tak lepas dari keberadaan Menara Syahbandar, yang menjadi saksi bahwa pelabuhan tidak hanya terkait bongkar muat kapal akan komoditas yang diperjualbelikan saja, tapi juga berperan sebagai ruang pertemuan beragam budaya yang dibawa oleh para pedagang.

Di sinilah peran penting dari seorang syahbandar, termasuk mengawasi perdagangan dan kualitas barang secara umum, menentukan pajak, dan menentukan mata uang atau alat tukar yang dapat digunakan dalam perdagangan di wilayah tersebut.

Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022

Ilustrasi Laskar rempah mengunjungi Pasar Pabean di Surabaya, Jawa Timur.

Ilustrasi Laskar rempah mengunjungi Pasar Pabean di Surabaya, Jawa Timur.

Adapun rangkaian napak tilas di atas ditelusuri langsung dalam program bertajuk Muhibah Budaya Jalur Rempah Tahun 2022.

Program ini diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), Pemerintah Daerah, serta berbagai komunitas budaya.

Para Laskar Rempah beserta awak KRI Dewaruci mengarungi jalur rempah Nusantara, mulai Rabu (1/6/2022) sore, dari Dermaga Madura Tengah Koarmada II Surabaya.

 

Sembari naik KRI Dewaruci, mereka menelusuri titik-titik jalur rempah Nusantara. Mulai dari Surabaya, kemudian Makassar di Sulawesi Selatan, berlanjut ke Baubau dan Buton di Sulawesi Tenggara.

Lalu ke Ternate dan Tidore di Maluku Utara, selanjutnya ke Banda Neira di Maluku, dan ke Kupang di Nusa Tenggara Timur. Setelah itu, KRI Dewaruci akan kembali ke Surabaya pada 2 Juli 2022 mendatang.

“Muhibah Budaya Jalur Rempah adalah wujud nyata untuk mengaktualisasi arti penting dari jalur rempah bagi kita sekarang ini,” demikian disampaikan Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, dalam keterangan resmi yang Kompas.com terima, Rabu.

sumber: kompas.com

Author: Gerai Kendhil

Leave a Comment