Observatorium Nasional Timau di Kupang Buka Jalan Pencarian Exoplanet oleh Indonesia

Untuk pertama kalinya, Indonesia akan ikut dalam program pencarian planet di luar tata surya. Dibangunnya Observatorium Nasional Gunung Timau di Kupang, NTT menjadi pembuka jalannya.Jejak Bintang di Gunung Timau, Kupang, NTT.© Balai Pengelola Observatorium National Jejak Bintang di Gunung Timau, Kupang, NTT.

Bagaimana sebenarnya asal usul alam semesta? Apakah ada kehidupan lain di luar Bumi? Ini adalah beberapa pertanyaan paling hakiki umat manusia yang hingga kini masih menjadi misteri. Meski begitu, pertanyaan ini menjadi tantangan bagi para astronom dunia untuk kemudian mengungkap jawabannya.

Indonesia, untuk pertama kalinya juga akan ikut dalam program penelitian kehidupan di luar Bumi dan planet layak huni di luar tata surya atau dikenal dengan istilah exoplanet. Dibangunnya Observatorium Nasional Gunung Timau di Kupang, NTT akan menjadi pembuka jalannya.

Sudah sejauh apa program pembangunan Observatorium Nasional Gunung Timau ini dan bagaimana sebenarnya program pencarian exoplanet oleh Indonesia, DW secara ekslusif mewawancarai Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Prof. Dr. Thomas Djamaluddin terkait hal ini.

DW: Benarkah LAPAN akan mulai program pencarian “alien” dan planet layak huni selain Bumi pada 2021 mendatang seperti yang beredar di sosial media baru-baru ini?

Prof. Dr. Thomas Djamaluddin: Ya itu gaya bahasa teman-teman media ya, jadi diambil sisi yang menarik perhatian publik.

Pada dasarnya begini. LAPAN sedang membangun Observatorium Nasional di Gunung Timau di Kupang. Programnya dimulai sejak 2015 mulai pembahasan, kemudian perizinan dan lain-lain. Kemudian 2017 mulai pembangunannya. Dan LAPAN mendapatkan anggaran multi-years (tahun ganda) itu sekitar Rp 340 miliar. Memang dilihat dari angkanya itu luar biasa besar. Tapi sesungguhnya untuk harga suatu observatorium, itu tergolong minimalis karena LAPAN saat ini sedang memesan teleskop 3,8 meter, teleskop yang paling besar di Asia Tenggara dan ini merupakan produksi kedua dari rancangan Universitas Kyoto di Jepang, tentu dengan perusahaan lain yang membuatnya.

Jadi, dengan teleskop yang besar ini, tentu peluang pengamatan objek-objek langit, objek redup di sekitar galaksi kita, maupun di luar galaksi kita jadi memungkinkan.

Nah, sekarang sedang tren mencari planet-planet di luar tata surya, karena dari segi teknologinya sangat rumit, kemudian dari segi metodologi untuk pengamatannya pun ini rumit. Jadi dengan teleskop 3,8 meter, kita untuk pertama kalinya nanti akan ikut dalam program pencarian planet di luar tata surya.

Tentu, bagian penting dari pencarian planet di tata surya itu adalah mencari planet-planet yang layak bagi kehidupan seperti Bumi. Tidak terlalu panas, dan juga tidak terlalu dingin, supaya di planet tersebut air dalam kondisi cair. Karena prasyarat untuk kehidupan itu harus ada air dalam kondisi cair. Bahasa medianya kemudian ini diterjemahkan bahwa LAPAN mencari kehidupan di luar Bumi. Ya, itu dilakukan tapi itu hanya salah satu.

Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, Kepala LAPAN RI.© Privat Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, Kepala LAPAN RI.

Artinya ini jadi babak baru dunia astronomi Indonesia untuk kemudian bisa berada di kancah dunia dalam mencari exoplanet?

Iya, Kita tahu bahwa Observatorium Bosscha di Lembang itu merupakan sedikit observatorium di belahan langit selatan. Kita tahu di belahan selatan, daratan itu hanya di wilayah benua maritim Indonesia, Australia, kemudian Afrika dan Amerika Selatan, sehingga sangat langka. Pada zamannya Observatorium Bosscha memberikan kontribusi yang luar biasa untuk pengamatan objek-objek langit selatan khususnya bintang ganda.

Maka ini nanti diharapkan dengan posisi kita yang bisa mengamati kondisi langit selatan itu, kita diharapkan akan berkontribusi banyak untuk pengamatan objek-objek bintang-bintang atau planet di luar tata surya di kawasan langit selatan yang umumnya observatorium di belahan utara itu banyaknya pengamatannya objek-objek di langit utara. Sehingga kita akan mengambil peran, akan banyak mencari planet-planet di luar tata surya di langit selatan. Itu yang kira-kira diharapkan kontribusi kita dalam pengembangan Astronomi di dunia internasional.

LAPAN saat ini sedang memesan teleskop 3,8 meter, teleskop terbesar di Asia Tenggara yang memungkinkan pengamatan objek redup di sekitar galaksi.© Balai Pengelola Observatorium National LAPAN saat ini sedang memesan teleskop 3,8 meter, teleskop terbesar di Asia Tenggara yang memungkinkan pengamatan objek redup di sekitar galaksi.

Apa pentingnya penelitian untuk mencari kehidupan di luar bumi dan planet layak huni selain Bumi ini bagi kita Prof?

Jadi pertanyaan paling hakiki umat manusia itu salah satunya terkait asal usul alam semesta seperti apa sih? Kemudian pertanyaan yang kedua apakah kehidupan itu hanya ada di Bumi? Nah ini pertanyaan yang paling hakiki dan menjadi sebut saja tantangan bagi para astronom untuk menjawabnya.

Nah terkait dengan kehidupan, kita tahu bahwa setidaknya ada tiga syarat pencarian kehidupan di luar Bumi. Pertama, harus ada sumber panasnya. Sumber panasnya tentu bintang. Yang kedua, planet tersebut mestinya suhunya memungkinkan air dalam kondisi cair. Jadi, planet tersebut itu harus tidak terlalu panas, artinya tidak terlalu dekat dengan bintangnya dan juga tidak terlalu dingin, artinya tidak terlalu jauh dengan bintangnya. Kemudian yang ketiga harus ada unsur organiknya, khususnya unsur C, H, O dan N (karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen).

Jadi kalau ditanya apa sih manfaatnya? Ya untuk menjawab pertanyaan hakiki umat manusia, kira-kira seperti itu. Tentu nanti banyak turunannya juga termasuk tantangan itu biasanya menimbulkan atau mendorong kita mengembangkan teknologi-teknologi yang akhirnya kita manfaatkan.

Salah satu teknologi yang akhirnya kita manfaatkan itu adalah kamera digital. Itu mula-mula dikembangkan oleh para astronom untuk bisa memotret objek-objek langit, menggantikan fotografi film. Ini yang kemudian bisa kita manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

Boleh dijelaskan tujuan besar dibangunnya Observatorium Nasional Gunung Timau ini Prof?

Tujuan pertama dari Observatorium Nasional adalah peningkatan kapasitas IPTEK Indonesia supaya berkelas dunia. Yang kedua, ini juga yang sangat penting. Itu adalah peningkatan atau pemberdayaan daerah wilayah timur Indonesia, dalam konteks pemerataan. Jadi, selama ini untuk pengembangan IPTEK itu terkesan hanya wilayah barat. Observatorium pun adanya di Bandung, Lembang. Kemudian perguruan tinggi juga banyaknya di wilayah barat Indonesia.

Nah, dengan Observatorium Nasional [Timau], kita akan turut serta memberdayakan dan meningkatkan kualitas SDM di wilayah timur Indonesia.

Ini bukan hanya observatorium-nya yang dibangun, tapi ada pusat sains di wilayah Tilong di dekat Kupang. Ini untuk meningkatkan edukasi publik, jadi siswa mulai TK, SD, SMP, SMA dan mahasiswa itu bisa hadir di sana untuk belajar terkait dengan sains.

Ada dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar?

Observatorium Nasional ini diharapkan juga berdampak ekonomi bagi masyarakat sekitar. Di satu sisi kita ingin menyelamatkan Observatorium Nasional dari polusi cahaya supaya observatorium ini bertahan bisa sampai 100 tahun seperti Observatorium Bosscha. Oleh karenanya, lingkungannya ini juga harus dijaga. Sehingga dicanangkan di wilayah sekitar Observatorium Nasional ini menjadi kawasan Taman Nasional Langit Gelap. Tentu, kawasan ini diharapkan menjadi kawasan wisata khas NTT khususnya wilayah Kupang. Dari segi alamnya, wilayah sekitar observatorium nasional ini indah sekali.

Wilayah di sekitar Observatorium Nasional Timau dicanangkan menjadi kawasan Taman Nasional Langit Gelap.© Balai Pengelola Observatorium National Wilayah di sekitar Observatorium Nasional Timau dicanangkan menjadi kawasan Taman Nasional Langit Gelap.

Jadi ini bisa dijadikan kawasan wisata yang khas. Siangnya bisa melakukan sebut saja penjelajahan untuk menikmati keindahan alamnya, kemudian malamnya bisa mengamati langit yang indah sekali karena minim polusi cahaya di sana.

Jadi Galaksi Bima Sakti yang kalau dari kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung tidak bisa lagi melihat Galaksi Bima Sakti, dari wilayah sekitar Observatorium Nasional (wilayah Empoang) justru terlihat jelas sekali. Jadi para penggemar fotografi, khususnya astrofotografi ini juga dimanjakan dengan pengamatan langit dalam kondisi gelap.

Boleh dijelaskan bagaimana kerangka waktunya sampai kemudian observatorium ini sudah bisa digunakan untuk penelitian Prof?

Observatorium Nasional Gunung Timau atau Observatorium Nasional Timau ini semula ditargetkan tahun ini selesai. Pembangunan kubahnya kemudian instalasi teleskopnya ditargetkan tahun ini. Namun ternyata ada kendala-kendala teknis yang tidak bisa diatasi untuk bisa diselesaikan tahun ini.

Pertama dari segi kondisi jalan. Ternyata akses jalan itu memang harus diperbaiki lagi. Sebagian jalan tanah berarti harus dibangun karena ini nanti membawa peralatan berat untuk sampai ke Gunung Timau tersebut. Alhamdulillah ini kemudian mendapatkan bantuan dari pemerintah provinsi NTT, kemudian juga dari Kementerian PUPR sehingga akses jalan ini sebentar lagi akan terwujud, walaupun bukan tahun 2020 ini.

Kemudian yang kedua juga kendala pandemi COVID-19 ini, ini juga menyebabkan beberapa pekerjaan itu juga tertunda.

Sehingga ditargetkan tahun depan ini jalan sudah beres, kemudian pengangkutan peralatan untuk kubah dan juga untuk teleskop ini juga bisa selesai tahun depan, ditargetkan paling lambat triwulan ketiga tahun 2021 itu instalasi sudah selesai sehingga nanti operasional pertama itu juga diharapkan menjelang akhir tahun 2021 bisa dilakukan.

Wawancara untuk DW Indonesia dilakukan oleh Prihardani Ganda Tuah Purba dan telah diedit sesuai konteks.

 

sumber: dw.com

Author: Bang Ferry

GEOLOGIST LIKE COFFIE

Tinggalkan komentar